MAKALAH
MEDITASI
ANAPANASATI
Makalah
ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata
Kuliah Meditasi
Dosen
Pengampu
Kabri
Nyanakaruno S.Pd
Disusun Oleh :
Susanto (1008201049)
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA
STIAB ”SMARATUNGGA”
AMPEL-BOYOLALI
JAWA TENGAH
2012
KATA PENGANTAR
Namo Sanghyang Adi
Buddhaya,
Namo Buddhaya.
Puji syukur penyusun
panjatkan pada Sanghyang Adi Buddha Tuhan Yang Maha Esa, Para Buddha,
Boddhisattva dan Mahasattva karena berkat pancaran cinta kasihNya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “MEDITASI ANAPANASATI” mata kuliah MEDITASI. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kabri
Nyanakaruno, S.Ag selaku dosen
pengampu
mata kuliah meditasi
2. Teman-teman yang telah membantu dalam menyusun
makalah ini
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan dan kesalahan baik yang
disengaja maupun yang tidak disengaja serta dalam penyusunan yang jauh dari
kesempurnaan, karena keterbatasan kemampuan yang penyusun miliki. Untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun demi perkembangan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Sabbe
Satta Bhavantu Sukhitatta
Saddhu…Saddhu…Saddhu
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Meditasi ............................................................................................ 4
B.
Tata cara meditasi................................................................................................ 5
C.
Meditasi
Anapanasati........................................................................................... 9
D.
Pelaksanaan meditasi anapanasati........................................................................ 11
E.
Macam – macam pernafasan................................................................................ 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 24
B. Saran.................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
Lampiran
BAB
I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Banyak diantara kita yang telah mendengar
mengenai meditasi, ada yang telah memahami dan melatihnya dengan tekun, ada
yang baru mencoba untuk berlatih dan ada pula yang baru sekedar mendengar dan
mulai tertarik untuk mengetahui lebih lanjut. Isi buku yang sederhana ini tidak
saja berguna bagi mereka yang sekedar ingin mengetahui tetapi justru terutama
sangat bermanfaat bagi mereka yang ingin berlatih meditasi dengan
sungguh-sungguh.
Zaman
modern sekarang ini, yang diwarnai dengan tingkat aktivitas yang tinggi, selalu
serba cepat, serba banyak, serba lebih dari yang lain ternyata mempunyai dampak
yang kurang baik bagi keadaan batin dan ketenangan hidup kita. Sehingga banyak
diantara kita yang hidup dalam keadaan tegang, penuh khawatir, tidak bisa tidur
dan mengakibatkan berbagai penyakit seperti sakit lambung, tekanan darah
tinggi, sakit jantung, dan lainnya.
Meditasi,
sebagai suatu seni untuk menentramkan batin merupakan suatu ilmu yang sudah
kuno, yang berakar lebih dari 3000 tahun yang silam pada peradaban awal di
lembah sungai Indus, yang sekarang dikenal sebagai India. Walaupun kuni,
ternyata meditasi merupakan suatu alternatif yang jauh lebih baik bila
dibandingkan dengan berbagai macam obat penenang, dan obat tidur yang umunya
mengakibatkan ketergantungan atau kecanduan yang parah.
Bahkan
lebih daripada itu, meditasi yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh akan
membuat si pelaksana hidup lebih wajar, lebih tenteram, dan lebih gembira. Ia
akan memiliki sikap hidup yang pisitif, lebih toleran, lebih tangguh, dan lebih
tabah.
Berbeda
dengan berlatih olahraga, latihan meditasi tidak mempunyai suatu target yang
harus dicapai, tetapi memerlukan ketekunan yang luar biasa.
Agama
Buddha adalah agama yang sangat berguna, kepercayaan yang dijadikan panutan
hidup, bukanlah hanya suatu filsafat metafisik seperti yang mungkin dibayangkan
sebagian besar orang. Agama Buddha meneliti penderitaan dari kehidupan pemilik
kesadaran, menemukan penyebabnya, memberikan resep untuk melenyapkan penyebabnya, dan menunjukkan
jalan untuk terlepas dari semua penderitaan. Setiap orang yang mencari
kebebasan dapat menempuh jalan tersebut, tetapi ia harus melakukan usaha. Tidak
ada orang yang bisa mendapatkan tumpangan gratis menuju kedamaian abadi.
“Kalian sendirilah yang harus melakukan usaha,
Semua Tathāgata hanya menunjukkan jalannya.
Para yogi yang menempuh jalannya
Diselamatkan dari belenggu Māra.” (Dhp. V 276)
Tetapi apakah
yang disebut jalan menuju kebebasan? Sang Buddha memberitahukan kita dalam
Satipatthāna Sutta bahwa hanya ada satu jalan – yaitu jalan perhatian penuh
(sati). Membangun perhatian penuh sangat baik bagi perkembangan batin. Namun
banyak orang berfikiran meditasi adalah untuk mencapai kesaktian tertentu.
Pandangan ini tidak benar dan dalam agama Buddha meditasi yang diajarkan
sangbuddha bukanlah untuk mencapai suatu kesaktian.
Di zaman
sekarang, bukan zaman setengah abad yang silam, pendapat tentang kebaikan dan
kejahatan berubah-ubah dengan cepat, usaha kearah perkembangan akhlak dan yang
tidak baik berbeda-beda; begitu juga cara pendekatan dan pandangan umum tentang
manusia serta benda juga amat berbeda-beda. Kita hidup di zaman serba
tergesa-gesa dan menuntut kecepatan. Dimana-mana ada ketegangan. Jika anda
berdiri di ujung jalan dan memandang pada muka mereka yang sedang lewat maka
terlihat bahwa mereka semua dihinggapi demam ketergesaan. Sebagian besar mereka
sedang gelisah. Mereka mengantungi ketegangan. Hampir semuanya menggambarkan
ketergesaan di wajah mereka. Seperti itulah kehidupan dunia modern. Dunia
sekarang ditandai dengan kesibukan dan ketergesaan yang menghasilkan keputusan
cepat dan kelakuan yang tak bijak. Mereka berteriak di saat mereka dapat bicara
secara biasa dan yang lain bicara disertai ketegangan dan tekanan yang
berlebihan untuk waktu yang lama dan mengakhiri segala ucapannya dengan
kelelahan yang menghabiskan tenaga.
Semua
ketegangan merupakan tekanan dalam pandangan kejiwaan, dan ketegangan
mempercepat ausnya proses jasmani. Tak jarang tampak seorang pengendara sepeda
dengan cepat melarikan sepedanya begitu melihat lampu persimpangan berwarna
hijau. Orang yang gelisah memandang suatu persoalan bahkan yang kecil seperti
suatu krisis sebagai suatu ancaman. Sebagai akibatnya ia tidak bahagia dan
tidak tenang. Segi lain dari kehidupan modern ini adalah terlalu bising. “Musik
mengandung kelembutan”, kata mereka, namun dewasa ini bahkan musik yang lembut
tak lagi disenangi karena kurang bising; bertambah bising dan nyaring musiknya
maka bertambah disukai. Bagi orang yang hidup di kota besar takkan punya waktu
untuk menilai kebisingan karena sudah terbiasa.
Maka
dibutuhkanlah suatu yang dapat menenangkan pikiran yang telah lelah dalam menjalani
kehidupan sehari – hari. Meditasi merupakan hal yang dapat diandalkan terrutama
dengan menghayati keluarmasuknya nafas yang selaras dengan kehidupan karena
kita hidup memerlukan nafas namun saat kita bernafas kita kurang menyadari
manfaat kita bernafas dan dalam anapanasati kita akan mengupas meditasi dengan
obyek nafas.
b.
Rumusan Masalah
a. Apa
pengertian meditasi anapanasati!
b. Bagaimana
pelaksanaan meditasi anapanasati !
c.
Tujuan Penulisan
A. Memahami
pengertian meditasi dan dengan obyek pernafasan.
B. Mengetahui
cara pelaksanaanya yang benar.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Meditasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata meditasi
diartikan sebagai pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu.1 Dari
segi etimologimeditasi berasal dari bahasa latin, meditatio, artinya hal
bertafakur, hal merenungkan; memikirkan, mempertimbangkan; atau latihan,
pelajaran persiapan
Sedangkan dari segi terminologi meditasi adalah
penggunaan pikiran secara terus menerus untuk merenungkan beberapa kebenaran, misteri
atau obyek penghormatan yang bersifat keagamaan sebagai latihan ibadah.
Dalam agama budha kata meditasi dipergunakan sebagai
sinonim dari samadhi dan pengembangan batin (bhavana). Meditasi dinamakan
sebagai samadhi dikarenakan terdapat pemusatan pikiran pada satu obyek yang
tunggal. Dinamakan bhavana karena sebagai metode atau cara mengembangkan batin.
Istilah meditasi dalam agama budha sebagaimana
diterangkan di dalam sutta-sutta sebagai keadaan pikiran yang ditujukan pada
suatu obyek dalam arti kata yang luas, diartikan sebagai suatu tingkat tertentu
dari pemusatan pikiran dan bersatu yang tidak dapat dipisahkan sama sekali
dengan unsur-unsur kesadaran.5 Meditasi budhis yang dimaksudkan di sini adalah
meditasi yang benar. Meditasi yang benar adalah pemusatan pikiran pada obyek
yang dapat menghilangkan kotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk
karma yang baik. Sedangkan meditasi yang salah adalah sebagai pemusatan pikiran
pada obyek yang dapat menimbulkan kotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan
bentuk-bentuk karma yang tidak baik Meditasi dalam agama Budha terbagi dalam
dua macam, yaitu meditasi samatha dan meditasi vipassana.
Meditasi samatha yaitu suatu tingkat awal
(lokiya/duniawi) untuk mencapai ketenangan jasmani dan batin melalui
tercapainya pemusatan pikiran pada satu obyek. Dalam meditasi samatha
rintangan-rintangan batin tidak dapat dilenyapkan secara menyeluruh, akan
tetapi hanya dapat mencapai tingkat-tingkat konsentrasi yang disebut
jhana-jhana. dan mencapai berbagai kekuatan batin. Ketenangan pikiran yang
dihasilkan hanyalah salah satu keadaan yang diperlukan untuk mengembangkan
pandangan terang. Sementara meditasi vipassana yaitu meditasi tingkat akhir
(lokuttara/di atas duniawi) yang tujuannya agar dapat mencapai pandangan terang
untuk dapat melihat dengan jelas dan terang tentang proses kehidupan yang
selalu berubah tanpa henti (anicca) dan selalu dicengkram oleh penderitaan
(dukha) sehingga bias menembus (anatta) tanpa aku/konsep yaitu nirwana.
B. Tata
cara meditasi
Agar supaya praktek meditasi yang dilakukan
berhasil, seorang meditator harus memenuhi persyaratan baik faktor internal
maupun eksternal. Ada delapan persyaratan internal yang harus dipenuhi sebelum
melakukan meditasi,26 diantaranya adalah:
1. Memiliki
sila, yaitu tidak melakukan perbuatan buruk dan melaksanakan tugas atau
kebajikan; sehingga membuat hati dan pikiran harmonis, mendukung dan
mempertahankan sifat-sifat baik.
2. Menghilangkan
berbagai rintangan fisik (palibodha) yaitu kekhawatiran yang menyangkut:
keterikatan pada tempat tinggal, orang yang bertanggung jawab terhadap keluarga
dan pembantunya, pertimbangan duniawi, tanggung jawab sosial terhadap teman dan
pengikut, pekerjaan yang tertinggal, kepedulian pada keluarga, kemungkinan
menderitan penyakit.
3. Mendekati
guru dengan cara yang benar, hormat dan percaya terhadap guru, memberitahukan
apa yang kita inginkan darinya.
4. Mempelajari
subyek meditasi (kammatthana) dengan baik, subyek yang bersifat umum sesuai
dengan watak meditator dan subyek yang spesifik sesuai kebutuhan.
5. Memilih
tempat atau lingkungan untuk latihan meditasi, sesuai dengan watak meditator.
6. Memiliki
obyek meditasi yang sesuai dengan watak masing-masing yang dominan.
7. Melenyapkan
rintangan-rintangan kecil, misalnya janji yang belum dipenuhi, simpanan
makanan, hal-hal yang menyangkut jasmani seperti rambut, jenggot, dan
lain-lain.
8. Dalam
pelaksanaan meditasi, yang lebih penting lagi menimbulkan atau mempertahankan
gambaran batin.
Adapun persyaratan eksternal
yang harus diperhatikan oleh seorang meditator yaitu:
1) Tempat
tinggal yang pantas, misalnya jauh dari keramaian, bebas dari gangguan, dan
memberi kemudahan.
2) Wilayah
yang mendukung, khususnya sebagai sumber mendapatkan makanan.
3) Pembicaraan
yang baik dan berguna, menimbulkan motivasi dan menambah pengertian tentang
meditasi.
4) Orang-orang
yang pantas, yaitu guru yang memberi petunjuk, teman-teman yang baik yang dapat
diajak berbicara mengenai dharma, orang yang member sokongan sehingga
kebutuhannya terpenuhi.
5) Makanan
yang bermanfaat sesuai dengan watak meditator, yang sehat, da melindungi
jasmani dari penyakit
6) Iklim
yang baik, tidak terlalu panas atau dingin, yang nyaman sedikitnya selama jangka
waktu tertentu, dan udara yang baik.
Budha Gautama mengajarkan empat cara bermeditasi.
Empat cara tersebut adalah dengan duduk, berdiri, berjalan dan berbaring.
Meditasi duduk bisa didahului dengan beberapa gerakan latihan pendahuluan.
Tujuan latihan pendahuluan adalah untuk menyadari daerah-daerah vital dari
tubuh, membentuk kondisi fisik yang sehat dan mendapatkan postur yang
benar-benar baik. Meditator yang memilih posisi berdiri, menempatkan kakinya
sedikit renggang. Kedua tangan di depan tubuh, tangan kanan memegang tangan
kiri. Keseimbangan tubuh harus dijaga supaya batin tenang. Meditasi dengan cara
berjalan disebut cankamana. Meditasi ini dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu:
1. Berjalan
dengan menghitung langkah kaki.
2. Berjalan
dengan menyadari langkah maju, mundur, ke kiri dan ke kanan. Menyadari gerakan
kaki kanan sewaktu kaki kanan melangkah atau sewaktu kaki kiri melangkah.
Gerakan setiap tangan pada waktu berjalan juga harus disadari.
3. Berjalan
dengan menggunakan obyek meditasi gambaran tubuh, seolah melihat tubuh sendiri,
dan mengamati seluruh kegiatan dan gerakan tubuh.
4. Posisi
berbaring dilakukan dengan tubuh rebah ke arah kanan, dengan kaki kiri di atas
kaki kanan, seperti posisi tubuh Budha Gautama di saat parinirwana.
Posisi arah sebaliknya juga dimungkinkan, yang penting bagaimana pikiran
diarahkan
Untuk melakukan meditasi, seorang meditator
memusatkan pikirannya untuk menyatu dengan obyek secara berkesinambungan tanpa
henti. Dalam meditasi samatha ada empat puluh macam obyek meditasi obyek-obyek
meditasi ini dapat dipilih salah satu yang cocok dengan sifat atau pribadi
seseorang. Keempat puluh obyek meditasi itu ialah :
A. Sepuluh
kasina (sepuluh wujud benda), yaitu:
1. Pathavi
kasina, yaitu wujud tanah.
2. Apo
kasina, yaitu wujud air.
3. Tejo
kasina, yaitu wujud udara atau angin.
4. Vayo
kasina, yaitu wujud udara atau angin.
5. Nila
kasina, yaitu wujud warna biru.
6. Pita
kasina, yaitu wujud warna kuning.
7. Lohita
kasina, yaitu wujud warna merah.
8. Odata
kasina, yaitu wujud warna putih.
9. Aloka
kasina, yaitu wujud cahaya.
10. Akasa
kasina, yaitu wujud ruangan terbatas
B. Sepuluh asubha (sepuluh wujud kekotoran),
yaitu:
1) Udhumataka,
yaitu wujud mayat yang membengkak.
2) Vinilaka,
yaitu wujud mayat yang berwarna kebiru- biruan.
3)
Vipubbaka, yaitu wujud mayat yang bernanah.
4)
Vicchiddaka, yaitu wujud mayat yang terbelah di tengahnya.
5)
Vikkhahayitaka, yaitu wujud mayat yang digerogoti
binatangbinatang.
6)
Vikkhittaka, yaitu wujud mayat yang telah hancur lebur.
7)
Hatavikkittaka, yaitu wujud mayat yang busuk dan hancur.
8)
Lohitaka, yaitu wujud mayat yang berlumuran darah.
9)
Puluvaka, yaitu wujud mayat yang dikerubungi belatung.
10) Atthika, yaitu wujud tengkorak.
C. Sepuluh
anussati (sepuluh macam perenungan), yaitu:
11) Buddhanussati,
yaitu perenungan terhadap Budha.
12) Dhammanussati,
yaitu perenungan terhadap dhamma.
13) Sanghjanussati,
yaitu perenungan terhadap Sangha.
14) Silanussati,
yaitu perenungan terhadap sila.
15) Caganussati,
yaitu perenungan terhadap kebajikan.
16) Devatanussati,
yaitu perenungan terhadap makhluk-makhluk agungatau para dewa.
17) Maranussati,
yaitu perenungan terhadap kematian.
18) Kayagatasati,
yaitu perenungan terhadap badan jasmani.
19) Anapanasati,
yaitu perenungan terhadap pernafasan.
20) Upasamanussati,
yaitu perenungan terhadap nirwana.
D. Empat
appamanna ( empat keadaan yang tidak terbatas), yaitu:
1.
Metta,
yaitu cinta kasih yang universal, tanpa pamrih.
2.
Karuna,
yaitu belas kasihan
3.
Mudita, yaitu perasaan simpati.
4.
Upekkha, yaitu keseimbangan batin.
E. Satu
aharapatikulasanna (satu perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
F. Satu
catudhatuvavattthana (satu analisa terhadap keempat unsur yang ada di
dalam badan jasmani).
G. Empat
arupa (empat perenungan tanpa materi), yaitu:
1. Kasinugaghatimakasapannatti,
yaitu obyek ruangan yang sudah keluar dari kasina.
2. Akasanancayatana-citta,
yaitu obyek kesadaran yang tanpa batas.
3. Nattibhavapannatti,
yaitu obyek kekosongan.
4. Akincannayatana-citta,
yaitu obyek bukan pencerapan
Setiap orang memiliki watak tersendiri sehingga
dalam meditasi seorag meditator harus dapat setidaknya mengerti dan memegang
watak mereka berdasarkan obyeknya.
C.
Meditasi
Anapanasati
Anapana sati, meditasi pada pernapasan dalam dan
keluar, adalah subjek pertama meditasi diuraikan oleh Sang Buddha dalam Maha
Satipatthana Sutta, Khotbah Agung tentang landasan kesadaran. Sang Buddha
meletakkan tekanan khusus pada meditasi ini, karena itu adalah pintu gerbang
menuju pencerahan dan nibbana diadopsi oleh semua Buddha dari masa lalu sebagai
dasar yang sangat untuk pencapaian tingkat Kebuddhaan. Ketika Sang Bhagava
duduk di kaki pohon Bodhi dan memutuskan untuk tidak naik sampai ia telah mencapai
pencerahan, ia mengambil Anapana sati sebagai subjek dari meditasi. Atas dasar
ini, ia mencapai empat jhana, teringat kehidupannya yang sebelumnya, fathomed
sifat samsara, membangkitkan suksesi pengetahuan wawasan besar, dan saat fajar,
sementara 100.000 sistem dunia gemetar, ia mencapai kebijaksanaan tak terbatas
dari Sepenuhnya Tercerahkan Buddha.
Anapanasati
adalah metode meditasi yang sangat sederhana dan dapat dilakukan dimana saja
dan kapan saja tanpa ada pantangan atau larangan tertentu. Perhatian Benar terhadap jasmani (anapanasati)
atau Perhatian pada masuk dan keluarnya napas. Meditasi ini telah dikenal dan
digemari oleh banyak orang di seluruh dunia, suatu cara yang amat dianjurkan
dan berguna sekali untuk meningkatkan konsentrasi dan menenangkan batin. Anapanasati
ini telah dilaksanakan oleh Sang Buddha sewaktu Beliau berjuang di bawah pohon
Bodhi untuk mencapai Penerangan Sempurna, dan Sang Buddha sangat menekankan
akan manfaatnya yang luar biasa. Meditasi yang demikian digambarkan sebagai kondisi
yang penuh kedamaian, luar biasa, dan membahagiakan hidup (anto ceva panito
ca asacaneko ca sukho ca viharo). Harus diingat bahwa ‘anapanasati’
bukan merupakan suatu latihan pernapasan untuk memperoleh kesehatan jasmani dan
sama sekali tidak sama dengan ‘pranayama’ seperti yang diajarkan dalam
Yoga Hindu.
Sutta anapanasati ( Pali ) atau Ānāpānasmṛti Sutra ( Sansekerta ), "Nafas-Mindfulness Wacana,"
adalah wacana yang merinci Buddha 's instruksi untuk menggunakan napas ( Anapana ) sebagai fokus untuk meditasi .(wilkipedia.com)
Dalam Buddhisme
Theravada
Versi Theravada
dari Anapanasati Sutta daftar enam belas langkah untuk memusatkan
pikiran. Menurut Ajahn Sujato, tujuan akhir dari Anapanasati adalah untuk
menanggung wawasan dan pemahaman ke dalam empat landasan kesadaran ( Satipatthana ),
Tujuh Faktor Pencerahan ( Bojjhangas ),
dan akhirnya Nibbana .
Anapanasati Sutta adalah teks dirayakan
antara Theravada
Buddha. Dalam Theravada Pali Canon ,
wacana ini adalah wacana 118 dalam Majjhima
Nikaya (MN) dan dengan demikian sering direpresentasikan
sebagai "MN 118". Selain itu, dalam Teks
Masyarakat Pali edisi Pali, wacana ini dalam volume Majjhima Nikaya (M) ketiga, dimulai
pada halaman 78 dan dengan demikian kadang-kadang dirujuk sebagai "M iii
78".
D.
Pelaksanaan
Meditasi Anapanasati
Kotbah Sang Buddha pada Anapana sati.
Teks dimulai:
"Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu yang
telah pergi ke hutan, atau ke kaki pohon, atau ke tempat
kosong, duduk bersila, menahan tegak, perhatian membangkitkan di depannya."
Ini berarti bahwa setiap orang yang termasuk
dalam empat tipe orang yang diuraikan dalam ajaran ini - yaitu, bhikkhu
(biksu), bhikkhuni (biarawati), upasaka (orang awam) atau upasika (perempuan
awam) - berkeinginan ofpractising meditasi ini, harus pergi baik untuk hutan,
ke kaki pohon terpencil, atau ke tempat tinggal soliter. Di sana ia harus duduk
bersila, dan menjaga tubuhnya dalam posisi tegak, memperbaiki kesadaran di
ujung hidungnya, lokus untuk objek nya meditasi. Jika ia bernafas dalam napas panjang, ia
harus memahami ini dengan kesadaran penuh. Jika ia membuang napas napas
panjang, ia harus memahami ini dengan kesadaran penuh. Jika ia bernafas dalam
napas pendek, ia harus memahami ini dengan kesadaran penuh. jika ia membuang
napas napas pendek, ia harus memahami ini dengan kesadaran penuh.
"Dia bernafas dalam mengalami seluruh tubuh,
ia membuang napas mengalami seluruh tubuh"
yaitu,
dengan baik ditempatkan kesadaran, ia melihat awal, tengah dan akhir dari dua
tahap, nafas-masuk dan keluar- napas. Saat ia praktik menonton nafas-dan nafas
keluar dengan penuh kesadaran, dia tenang dan tranquilizes dua fungsi bernafas
dan keluar-bernapas.
Sang
Buddha menggambarkan ini dengan sebuah simile. Ketika sebuah turner pandai atau
muridnya bekerja objek pada mesin bubut, ia hadir untuk tugasnya dengan
perhatian tetap: dalam membuat giliran panjang atau pendek gilirannya, ia tahu
bahwa ia sedang membuat giliran panjang atau giliran pendek. Dalam cara yang
sama jika praktisi meditasi bernafas dalam napas panjang ia memahami seperti
itu, dan jika ia membuang napas napas panjang, dia memahami seperti itu, jika
ia bernafas dalam napas pendek, ia memahami seperti itu, dan jika ia membuang
napas napas pendek, ia memahami seperti itu. Ia menjalankan kesadarannya
sehingga dapat melihat awal, tengah dan akhir dari dua fungsi bernapas dan
napas keluar. Dia memahami dengan hikmat menenangkan diri dari dua aspek dari
nafas-masuk dan keluar-bernapas.
Dengan
cara ini dia memahami dua fungsi dari nafas-masuk dan keluar-bernapas dalam
dirinya sendiri, dan dua fungsi bernafas dan keluar-pernapasan pada orang lain.
Dia juga memahami dua fungsi dari nafas-masuk dan keluar-bernapas dalam dirinya
sendiri dan orang lain dalam pergantian yang cepat. Dia memahami serta penyebab
munculnya nafas-keluar dan bernapas, dan penyebab berhentinya bernafas dan
keluar-bernapas, dan saat demi saat yang timbul dan penghentian dari
nafas-masuk dan keluar-bernapas .
Dia kemudian
menyadari bahwa tubuh ini yang menjalankan dua fungsi dari nafas-masuk dan
keluar-napas tidak hanya tubuh, bukan ego atau "I." Ini kesadaran dan
kebijaksanaan menjadi berguna dalam mengembangkan kesadaran yang lebih besar
dan lebih mendalam dan kebijaksanaan, sehingga membuatnya mampu membuang
konsepsi yang salah tentang sesuatu dari segi "Aku" dan
"milikku." Dia kemudian menjadi terampil dalam hidup dengan
kebijaksanaan sehubungan dengan tubuh ini dan dia tidak memahami apa pun di
dunia dengan nafsu keinginan, kesombongan atau pandangan salah. Hidup lajang,
meditator menginjak-injak jalan menuju Nibbana dengan merenungkan sifat tubuh.
Ini merupakan parafrase diperkuat dari bagian dari Maha
Satipatthana Sutta di Anapana sati. Meditasi ini telah dijelaskan dalam enam
belas cara yang berbeda dalam berbagai sutta. Enam belas ini, yang tetrad
pertama telah dijelaskan di sini. Tapi keempat merupakan dasar untuk semua enam
belas cara yang Anapana sati dapat dipraktekkan.
Sang Buddha menunjukkan sebuah rumah yang cocok untuk
berlatih Anapana sati. Dalam sutta ia telah menyebutkan tiga tempat: hutan, kaki
pohon, atau tempat yang kosong terisolasi. Terakhir ini bisa menjadi pondok
istirahat yang tenang, atau tempat tinggal bebas dari kehadiran orang. Kita
bahkan dapat mempertimbangkan ruang meditasi tempat yang kosong. Meskipun
mungkin ada kumpulan besar orang sedemikian aula, jika setiap orang tetap
tenang dan diam dapat dianggap tempat yang kosong.
Sang Buddha merekomendasikan tempat-tempat seperti karena
untuk praktek Anapana sati, keheningan merupakan faktor penting. Seorang
meditator awal akan lebih mudah untuk mengembangkan mental dengan konsentrasi
Anapana sati hanya jika ada keheningan. Bahkan jika seseorang tidak dapat
menemukan keheningan lengkap, kita harus memilih tempat yang tenang di mana
orang akan menikmati privasi. Selanjutnya Sang Buddha menjelaskan posisi duduk.
Ada empat postur yang dapat diadopsi untuk meditasi: berdiri, duduk, berbaring
dan berjalan. Dari sikap yang paling cocok untuk berlatih Anapana sati di awal
adalah postur duduk.
Orang yang ingin praktek Anapana sati harus duduk bersila.
Untuk para bhikkhu dan orang awam, Sang Buddha telah merekomendasikan Posisi
bersila. Ini bukan sikap mudah bagi semua orang, tetapi dapat secara bertahap
menguasai. Posisi bersila setengah telah direkomendasikan untuk bhikkhuni dan
upasika. Ini adalah postur duduk dengan satu kaki ditekuk. Akan sangat
bermanfaat jika postur berkaki lintas direkomendasikan untuk bhikkhu dan orang
awam dapat diadopsi dalam pola "teratai", dengan kaki muncul dan
beristirahat di paha yang berlawanan. Jika itu tidak nyaman, orang harus duduk
dengan kedua kaki terselip di bawah tubuh.
Dalam praktek Anapana sati, sangat penting untuk menahan
tubuh tegak. Batang tubuh harus tetap tegak, meskipun tidak tegang dan kaku.
Satu dapat menumbuhkan meditasi ini dengan benar hanya jika semua tulang tulang
belakang yang dihubungkan bersama dalam posisi tegak. Oleh karena itu, saran
Sang Buddha untuk menjaga bagian atas tubuh tegak harus secara jelas dipahami
dan diikuti.
Faktor berikutnya adalah tempat untuk memperbaiki perhatian.
Untuk menumbuhkan Anapana sati orang harus jelas memperhatikan tempat dimana
napas masuk dan keluar memasuki dan meninggalkan lubang hidung. Hal ini akan
dirasakan sebagai tempat di bawah lubang hidung atau bibir atas, di mana pun
dampak dari udara yang masuk dan keluar lubang hidung bisa dirasakan paling
jelas. Di tempat itu perhatian harus diperbaiki, seperti menonton penjaga
gerbang.
Para praktisi meditasi yang secara sadar mengamati nafas
dengan cara ini tidak harus mencoba untuk mengontrol napasnya atau menahan
napas dengan usaha. Sebab jika ia mengontrol napas atau menahan napas dengan
upaya sadar, ia akan menjadi lelah dan konsentrasi mentalnya akan terganggu dan
rusak. Kunci untuk latihan adalah untuk mengatur kesadaran secara alami di
tempat di mana di-napas dan napas keluar-sangat terasa memasuki dan
meninggalkan lubang hidung. Kemudian meditator harus menjaga kesadarannya dari
sensasi sentuhan nafas, menjaga kesadaran sebagai stabil dan konsisten mungkin.
a.
Delapan
Langkah-Langkah Bertahap Dalam Praktek
Untuk membantu praktisi dalam mengembangkan meditasi
ini, para komentator dan master meditasi telah menunjukkan delapan
langkah-langkah bertahap dalam praktek. Kedelapan langkah pertama akan
dihitung, dan kemudian mereka akan dijelaskan dalam kaitannya dengan proses
meditasi yang sebenarnya. Delapan langkah yang bernama: menghitung (Ganana);
berikut (anubandhana), kontak (phusana); memperbaiki (thapana); mengamati
(sallakkhana); berpaling (vivattana), pemurnian (parisuddhi), dan retrospeksi
(patipassana). Kedelapan menutupi seluruh jalan pengembangan meditatif sampai
dengan pencapaian tingkat kesucian arahat.
1. Menghitung
Menghitung ditujukan bagi mereka yang tidak pernah
sebelum sati Anapana dipraktekkan. Hal ini tidak perlu bagi mereka yang telah
berlatih meditasi untuk jangka waktu yang cukup lama. Namun, karena ini adalah
bijaksana untuk memiliki pengetahuan tentang ini, menghitung harus dipahami
dengan cara berikut.
Ketika meditator duduk untuk meditasi, ia perbaikan
perhatiannya pada ujung hidung dan sadar hadir untuk urutan di-dan-keluar
pernapasan. Dia mencatat nafas karena memasuki, dan catatan nafas saat
meninggalkan, menyentuh terhadap ujung hidung atau bibir atas. Pada saat ini ia
mulai menghitung gerakan.
Penghitungan hanya tidak sendiri meditasi, tetapi
penghitungan telah menjadi bantuan penting untuk meditasi. Seseorang yang belum
berlatih meditasi sebelumnya, sulit untuk memahami sifat pikirannya, mungkin
berpikir dia sedang bermeditasi sementara pikiran berjalan pontang panting.
Menghitung adalah metode yang mudah untuk mengontrol pikiran mengembara. Jika
seseorang perbaikan pikirannya baik pada meditasi, ia dapat mempertahankan
penghitungan ini dengan benar. Jika pikiran lari ke segala arah, dan ia rindu
penghitungan, ia menjadi bingung dan dengan demikian dapat menyadari bahwa
pikirannya telah mengembara. Jika pikiran telah kehilangan jejak penghitungan,
meditator harus memulai lebih menghitung lagi.
1. Berikut
Sang Buddha telah menyatakan dalam bagian berikutnya
yang meditator melatih dirinya berpikir: ". Aku akan menghirup mengalami
seluruh tubuh, dan aku akan keluar napas mengalami seluruh tubuh" Di sini,
apa yang dimaksud sebagai "seluruh tubuh" adalah seluruh siklus
bernapas dan napas keluar. Meditator harus memperbaiki perhatiannya sehingga dapat
melihat awal, tengah dan akhir setiap siklus dari nafas-masuk dan
keluar-bernapas. Ini adalah praktek yang disebut "mengalami seluruh tubuh
Awal, tengah dan akhir napas harus benar dipahami. Hal
ini tidak benar untuk mempertimbangkan ujung hidung menjadi awal napas, dada
menjadi tengah, dan pusar menjadi akhir. Jika salah satu upaya untuk melacak
napas dari hidung melalui dada ke perut, atau untuk mengikutinya keluar dari
perut melalui dada untuk hidung, konsentrasi seseorang akan terganggu dan pikiran
seseorang akan menjadi gelisah. Awal dari nafas-masuk, dipahami dengan baik,
adalah awal dari inhalasi, tengah adalah inhalasi terus, dan akhirnya adalah
penyelesaian inhalasi. Demikian juga, sehubungan dengan napas keluar, awalnya
adalah awal dari pernafasan itu, tengah adalah pernafasan terus, dan akhirnya
adalah penyelesaian pernafasan. Untuk "mengalami seluruh tubuh"
berarti menyadari seluruh siklus masing-masing menarik dan menghembuskan napas,
menjaga pikiran tetap di tempat sekitar lubang hidung atau bibir atas di mana
nafas dirasakan memasuki dan meninggalkan hidup
1.
Kontak dan Memperbaik
Kedua aspek praktek menunjukkan perkembangan
konsentrasi lebih kuat. Ketika konsentrasi pernafasan dipertahankan, pernapasan
menjadi lebih dan lebih halus dan tenang. Akibatnya tubuh menjadi tenang dan
tidak lagi merasa lelah. Nyeri tubuh dan mati rasa menghilang, dan tubuh mulai
merasakan kenyamanan menggembirakan, seakan sedang mengipasi dengan angin
sepoi-sepoi dingin.
Pada saat itu, karena ketenangan pikiran, pernafasan
menjadi lebih halus dan lebih halus sampai tampaknya itu telah berhenti. Pada
saat kondisi ini berlangsung selama beberapa menit. Ini terjadi ketika bernapas
berhenti menjadi% merasa%. Pada saat ini beberapa akan datang khawatir berpikir
pernapasan telah berhenti, tetapi tidak begitu. Pernapasan ada tapi dalam
bentuk yang sangat halus dan halus. Tidak peduli seberapa halus pernapasan
menjadi, kita masih harus tetap sadar akan kontak (phusana) napas di daerah
lubang hidung, tanpa kehilangan jejak itu. Pikiran kemudian menjadi bebas dari
lima rintangan - keinginan sensual, marah, mengantuk, kegelisahan dan keraguan.
Akibatnya seseorang menjadi tenang dan menyenangkan.
Hal ini pada tahap ini bahwa "tanda-tanda"
atau gambaran mental muncul gemborkan keberhasilan konsentrasi. Pertama datang
tanda belajar (uggaha-nimitta), maka tanda mitra (patibhaga-nimitta). Untuk
beberapa tanda muncul seperti segumpal kapas, seperti lampu listrik, rantai
erat, kabut atau roda. Tampaknya Sang Buddha seperti matahari tengah hari jelas
dan terang.
Tanda belajar adalah goyah, bergerak di sana-sini,
atas dan bawah. Tapi tanda mitra muncul pada akhir lubang hidung stabil, tetap
dan bergerak. Saat ini tidak ada hambatan, pikiran adalah yang paling aktif dan
sangat tenang. Tahap ini diuraikan oleh Sang Buddha ketika ia menyatakan bahwa
salah satu bernafas dalam menenangkan aktivitas tubuh, satu bernafas keluar
menenangkan aktivitas tubuh.
Munculnya tanda mitra dan penindasan dari lima
rintangan menandai pencapaian konsentrasi akses (upacara-samadhi). Sebagai
konsentrasi dikembangkan lebih lanjut, meditator mencapai penyerapan awal
(appana-samadhi) penuh dengan jhana pertama. Empat tahap penyerapan bisa
dicapai dengan praktek Anapana sati, yaitu, pertama jhana kedua, ketiga dan
keempat. Tahapan-tahapan konsentrasi yang mendalam disebut "fixing"
(thapana).
2.
Mengamati sampai
Retrospeksi
Seseorang yang telah mencapai jhana tidak boleh
berhenti di situ tetapi harus terus mengembangkan wawasan meditasi (vipassana).
Tahapan wawasan disebut "mengamati" (sallakkhana). Ketika wawasan
mencapai puncaknya, meditator mencapai jalan supra-duniawi, dimulai dengan
tahap masuk sungai. Karena jalur ini berpaling belenggu yang mengikat satu ke
siklus kelahiran dan kematian, mereka disebut "berpaling"
(vivattana). Jalan yang diikuti oleh fruitions masing-masing; tahap ini disebut
"pemurnian" (parisuddhi) karena salah satu harus bersih dari
kekotoran batin. Setelah itu orang menyadari tahap akhir, pengetahuan meninjau,
disebut retrospeksi (patipassana) karena seseorang melihat kembali pada seluruh
jalan seseorang tentang kemajuan dan pencapaian seseorang. Ini adalah gambaran
singkat dari tahap utama di sepanjang jalan menuju Nibbana, dasar pada meditasi
Anapana sati. Sekarang marilah kita memeriksa hasil latihan dalam hal tujuh
tahap pemurnian.
b. Tujuh Tahapan Pemurnian
Orang yang telah mengambil praktek dimulai dengan membentuk dirinya dalam
kode moral pas. Jika ia adalah orang awam, ia pertama kali menetapkan dirinya
dalam lima sila atau sepuluh sila. Jika ia adalah seorang bhikkhu, ia mulai
meditasi sambil cermat menjaga kode moral yang ditentukan baginya. Ketaatan
yang tak terputus kode masing moralnya merupakan pemurnian moralitas
(sila-visuddhi). Selanjutnya, ia berlaku dirinya untuk topik tentang meditasi,
dan sebagai hasilnya, rintangan menjadi tertindas dan pikiran menjadi tetap
dalam konsentrasi. Ini adalah pemurnian pikiran (citta-visuddhi) - pikiran di
mana rintangan telah sepenuhnya ditekan - dan ini termasuk baik konsentrasi
akses dan empat jhana.
Ketika meditator menjadi mapan dalam konsentrasi, ia berikutnya ternyata
perhatian pada meditasi wawasan. Untuk mengembangkan wawasan tentang dasar
Anapana sati, meditator pertama menganggap bahwa proses pernapasan dalam dan
keluar hanya bentuk, serangkaian peristiwa tubuh - bukan diri atau ego. Faktor
mental yang merenungkan pernapasan pada gilirannya pikiran saja, serangkaian
peristiwa mental - bukan diri atau ego. Ini diskriminasi dari batin dan jasmani
(nama-rupa) disebut pemurnian pandang (ditthi-visuddhi).
Orang yang telah mencapai tahap ini memahami proses masuk dan keluar
bernapas dengan cara kondisi untuk yang timbul dan penghentian fenomena jasmani
dan mental yang terlibat dalam proses pernapasan. Pengetahuan, yang menjadi
diperluas ke semua tubuh dan fenomena mental dalam hal timbul tergantung
mereka, disebut pemahaman kondisi. Sebagai pemahamannya dewasa, semua keraguan
dikandung oleh-Nya sehubungan dengan masa lalu, masa depan dan sekarang akan
terhalau. Jadi tahap ini disebut "pemurnian oleh melampaui keraguan."
Setelah, memahami hubungan sebab-akibat dari batin dan jasmani,meditator
melanjutkan lebih lanjut dengan meditasi wawasan, dan dalam waktu timbullah kebijaksanaan
"melihat naik dan turun hal." Ketika ia bernafas dalam dan keluar,
dia melihat negara-negara jasmani dan mental lulus dan keluar dari keberadaan
saat setelah beberapa saat. Sebagai kebijaksanaan ini menjadi lebih jelas,
pikiran menjadi diterangi dan kebahagiaan dan ketenangan muncul, bersama dengan
iman, kekuatan, kesadaran, kebijaksanaan dan keseimbangan batin.
Ketika faktor-faktor ini muncul, ia mencerminkan pada mereka, mereka
mengamati tiga karakteristik ketidakkekalan, penderitaan dan egolessness.
Kebijaksanaan yang membedakan antara hasil menggembirakan dari praktek dan
tugas kontemplasi terpisah disebut "pemurnian oleh pengetahuan dan visi
dari jalan benar dan jalan yang salah." Pikirannya, sehingga murni,
melihat dengan jelas munculnya dan penghentian pikiran dan materi.
Dia melihat ke depan, dengan setiap nafas-nafas-keluar dan, adalah
terpecahnya fenomena mental dan tubuh secara bersamaan, yang muncul seperti
ledakan gelembung terlihat dalam panci beras mendidih, atau seperti putus
gelembung saat hujan jatuh pada genangan air, atau seperti retak biji wijen
atau mustard sebagai mereka dimasukkan ke dalam panci merah panas. Ini
kebijaksanaan yang melihat melanggar konstan dan seketika atas fenomena mental
dan jasmani disebut "pengetahuan tentang pembubaran." Melalui
kebijaksanaan ini dia memperoleh kemampuan untuk melihat bagaimana semua faktor
pikiran dan tubuh di seluruh dunia muncul dan menghilang.
Lalu ada muncul dalam dirinya kebijaksanaan yang melihat semua fenomena
ini sebagai tontonan menakutkan. Ia melihat bahwa tidak satu pun lingkup
keberadaan, bahkan di alam surga, apakah ada kesenangan sejati atau
kebahagiaan, dan ia memahami musibah dan bahaya.
Lalu ia conceives rasa jijik terhadap semua keberadaan AC. Dia
membangkitkan dorongan untuk membebaskan diri dari dunia, segala keinginan
untuk pembebasan. Kemudian, dengan mempertimbangkan cara melepaskan dirinya,
muncul dalam dirinya keadaan kebijaksanaan yang cepat mencerminkan pada
ketidakkekalan, penderitaan dan egolessness, dan mengarah ke tingkat halus dan
mendalam wawasan.
Sekarang ada muncul dalam dirinya pemahaman bahwa agregat dari pikiran
dan tubuh muncul di semua sistem dunia menderita oleh penderitaan, dan ia
menyadari bahwa keadaan Nibbana, yang melampaui dunia, adalah sangat damai dan
nyaman. Ketika ia memahami situasi ini, pikirannya mencapai pengetahuan
keseimbangan batin tentang formasi. Ini adalah klimaks dari meditasi wawasan,
yang disebut "pemurnian oleh pengetahuan dan visi kemajuan."
Saat ia menjadi teguh, ketangkasan dalam meningkatkan meditasi, dan
ketika kemampuannya sepenuhnya matang ia masuk pada proses kognitif dari jalan
pemasuk arus (sotapatti). Dengan jalan pemasuk arus ia menyadari Nibbana dan
memahami langsung Empat Kebenaran Mulia. Jalan ini diikuti oleh dua atau tiga
saat-saat buah pemasuk arus, dimana ia menikmati buah dari pencapaian-Nya.
Setelah itu timbullah pengetahuan meninjau dimana dia merefleksikan kemajuan
dan pencapaian.
Jika seseorang terus dengan meditasi dengan sungguh-sungguh aspirasi,
satu akan mengembangkan lagi tahap pengetahuan wawasan dan mewujudkan tiga
jalur yang lebih tinggi dan buah-buahan: mereka dari sekali-kembali-,
non-kembali-, dan Arahat. Ini pencapaian, bersama dengan pemasuk arus,
membentuk tahap ketujuh dari kemurnian, pemurnian oleh pengetahuan dan visi.
Dengan masing-masing pencapaian orang menyadari secara penuh Empat Kebenaran
Mulia, yang telah menghindar satu di seluruh persinggahan lama seseorang dalam
siklus kelahiran kembali. Akibatnya, semua kekotoran batin yang terkandung
dalam pikiran yang tumbang dan hancur, dan pikiran seseorang menjadi sepenuhnya
murni dan dibersihkan. Satu kemudian menyadari keadaan Nibbana, dimana satu
adalah bebas dari semua penderitaan kelahiran, penuaan dan kematian, kesedihan,
ratapan, sakit, kesedihan dan keputusasaan.
E. Macam macam pernafasan
Sang Buddha memperkenalkan 3 macam pernapasan.
1.
Pernapasan lengkap (pernapasan panjang).
Andaikan ada
sebuah jarak antara hidung dan empat jari dibawah pusar (tan thien). Posisi
hidung di atas dan tanthien di bawah. Setiap napas yang kita hirup, masuk
melalui hidung dan diteruskan sampai tan thien. Dan napas yang kita buang
dimulai dan tanthien hingga ke atas keluar melalui kedua lubang hidung.
2.
Pernapasan Alamiah (pernapasan biasa)
Napas ditarik dari
kedua lubang hidung dan masuk kedalam paru-paru, lalu napas yang dibuang juga
mulai dari paru-paru dan dihembuskan keluar dari kedua lubang hidung. Anda sama
sekali tidak perlu mencoba untuk merasakannya, karena semua itu berlangsung
secara otomatis tanpa dapat kita rasakan.
3.
Pernapasan pendek (pernapasan yang
tergesa-gesa).
Pernapasan ini
hanya berlangsung dalam jarak antara hidung dan mulut saja. Ini merupakan
gejala pada mereka yang menderita penyakit asma (sesak napas).
Sang Buddha pernah berkata : Dengan pernapasan panjang, tubuh kita akan
menjadi lemas lalu memasuki suasana tenang dan damai. Dengan pernapasan pendek,
tubuh kita akan menjadi kaku, kasar dan diikuti perasaan gelisah. Ketika berada
dalam Samadhi, kita akan merasakan sebuah rahasia bahwa pernapasan-pernapasan
itulah yang selama ini menguasai seluruh organ tubuh kita. Oleh karena itu kita
harus segera melatih cara bernapas kita diselaraskan dengan ketiga macam
pernapasan tersebut diatas. Tujuan nya adalah untuk melacak sebab-sebab dibalik
sebuah pernapasan dan juga untuk mengetahui pengaruh-pengaruh yang diakibatkan
oleh sebuah pernapasan. Diharapkan dengan cara menutup kedua belah mata saja,
maka dalam sekejap pernapasan-pernapasan kita segera akan menjadi selaras dan
rata.
Untuk memperaktekkan pernapasan panjang dibutuhkan 2 cara sebagai
berikut.:
Pikiran yang bergerak mengikuti jalannya pernapasan, artinya pikiran dan
hati kita bergerak seiring dengan bergerak dan naik turunnya napas kita.
Pikiran dan napas menjadi satu, sehingga pikiran adalah napas kita begitu juga
dengan napas adalah pikiran kita. Perhatian dipusatkan pada ujung hidung,
dengan memandang ujung hidung kita. Sendiri. Perhatian di pusatkan ke ujung
hidung, maka perhatian hidung juga dipusatkan ke pikiran/hati selanjutnya
pikiran dipusatkan pada keluar masuknya nudara. Yang paling perlu diperhatikan
disini adalah memperhatikan dan menjaga lubang hidung agar dapat mengetahui dan
menyadari adanya udara yang keluar masuk dari lubang hidung.
Metode cara yang pertama adalah mengikuti jalannya pernapasan, sedangkan
yang kedua adalah menjaga dan memperhatikan keluar masuknya udara dalam
pernapasan kita. Baik cara pertama dan kedua harus sama-sama menjaga
keseimbangan antara udara yang keluar dan udara yang masuk harus sama panjang
tarikannya sama rata, sama halus dan sama lambatnya, semua itu harus
diperhatikan satu persatu. Mereka yang pertama
kali belajar metode ini biasanya akan segera kehilangan konsentrasi dan
kesadaran tidak lama setelah memperaktekkannya, pikiran akan melayang-layang
entah kemana. Pada saat itu lakukanlah pernapasan sedikit keras, itu tidak
apa-apa karena dengan demikian perhatian dan konsentrasi kita akan kembali
dipusatkan. Dan itu adalah salah satu cara untuk mengembalikan konsentrasi yang
terpecah.
Seorang sadhaka setelah berhasil mengatur keluar masuknya udara dalam
pernapasan Sampai terasa halus , pelan dan panjang. Pernapasan itu sangat rata
dengan panjang dan pendek yang sebanding. Maka dapat dikatakan dia telah
mencapai keberhasilan tahap pertama dalam memperaktekkan metode anapanasati.
posisi telapak tangan kiri di atas telapak tangan kanan untuk pria sedangkan
wanita posisi telapak tangan kanan di atas tangan kiri.
Selanjutnya yang harus diperhatikan adalah masalah konsentrasi.
Konsentrasi itu diperlukan baik untuk cara pertama yaitu “mengikuti” dan
juga cara kedua yaitu “menjaga” kedua lubang hidung. Kedua cara ini sama
baiknya yang penting harus diperhatikan adalah menjaga konsentrasi. Yang harus
dicapai baik dengan cara mengikuti maupun cara menjaga adalah :
Apakah keluar masuknya udara masih
kasar ?
Apakah keluar masuknya udara sudah
halus ?
Menyadari adanya udara yang masuk
juga sadar akan udara yang keluar ?
Jangan meremehkan kedua cara tersebut di atas. Dengan praktek secara
continue lama-kelamaan sebuah perasaan akan timbul. Perasaan ini adalah salah
satu dari “delapan perasaan tubuh” yang terdiri dari perasaan-perasaan
bergetar, gatal, ringan, berat , dingin, hangat , kasar dan licin. Sebagaimana
pernah saya singgung di awal tulisan dalam menghadapi delapan perasaan tubuh
ini boleh saja kita memberikan reaksi yang sepantasnya. Selain 8 perasaan tubuh
tersebut, mungkin juga timbul perasaan-perasaan sengsara, menderita atau juga
perasaan nikmat dan nyaman, rasa kantuk, kepala merunduk, tertidur dan
gejala-gejala lain bisa muncul. Selain itu perasaan-perasaan buruk yang pernah
kita rasakan sehari-hari seperti marah, sebal, terhina, tak tahu malu, iri,
dengki dan sebagainya juga bisa muncul. Juga khayalan, kegelisahan, penderitaan
, dan kemelekatan juga bisa muncul.
Bila perasaan-perasaan itu muncul maka kita harus melepaskan semuanya,
jangan melakukan apapun, jangan perdulikan apapun, tetap ikuti petunjuk menurut
konsep buddhis yaitu kenali wajah asli dari perasaan-perasaan yang timbul.
Semua perasaan-perasaan buruk seperti kemelekatan, ego, ngotot, angkuh dan
sebagainya harus dikikis satu persatu. Semua perasaan yang timbul harus
dihadapi dengan bijaksana temukan akar sebab-musababnya lalu kenali jati
dirinya yang asli.
Berdasarkan pengalaman saya ketika menghadapi gangguan macam-macam
perasaan tersebut, maka cara terbaik untuk mengendalikannya adalah melakukan
meditasi “delapan negasi” atau “delapan tidak”
Yang dimaksud dengan delapan negasi itu adalah :
1)
tidak dilahirkan
2)
tidak musnah
3)
tidak terputus
4)
tidak kekal / anitya
5)
tidak tunggal
6)
tidak berbeda
7)
tidak pergi
8)
tidak datang.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kelahiran seperti
kita jarang terjadi di samsara. Kami telah beruntung menemukan pesan Sang
Buddha, untuk menikmati hubungan teman baik, memiliki kesempatan untuk
mendengarkan Dhamma. Seperti yang kita telah diberkahi dengan semua
berkat-berkat ini, jika aspirasi kita sudah matang, kita dapat dalam kehidupan
ini mencapai tujuan akhir Nibbana melalui tahap lulus nya masuk aliran,
sekali-kembali-, non-kembali-dan tingkat kesucian arahat. Oleh karena itu, mari
kita membuat hidup kita berbuah dengan mengembangkan teratur meditasi Anapana
sati. Setelah menerima instruksi yang tepat tentang cara mempraktekkan metode
meditasi, orang harus menyucikan kebajikan moral seseorang dengan mengamati
ajaran dan harus menyerahkan kehidupan seseorang kepada Tiga Permata.
Satu harus memilih
waktu yang tepat untuk meditasi dan praktek dengan keteraturan yang terbaik,
sisakan periode yang sama setiap hari untuk latihan seseorang. Orang mungkin
mulai dengan singkat merenungkan kebajikan melimpah dari Buddha, memperluas
cinta kasih terhadap semua makhluk, merenungkan repulsiveness tubuh, dan
mempertimbangkan keniscayaan kematian. Kemudian, membangkitkan kepercayaan
bahwa salah satu jalan di jalan yang sangat menuju Nibbana berjalan melewati
semua yang tercerahkan di masa lalu, orang harus melanjutkan sebagainya di
jalan meditasi dan berusaha dengan usaha yang tekun.
B. SARAN
Semoga apa yang
ditulis dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat melaksanakan meditasi
anapanasati degan benar, dan menumbuhkan rasa ingin meditasi untuk
mengistirahatkan pikiran sejenak.
DAFTAR
PUSTAKA
Tim Penyusun KBBI
DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1988, hlm.808
Mettadewi w., Bhavana (Pengembangan Batin),
Aklademi Buddhis Nalanda, Jakarta, 1984, hlm, 4.
Ven Narada Mahathera, Keterangan Singkat Agama
Budha, Yayasan Dhammadipa Arama, Malang, 1994, hlm.3.
Mukti, Krishnanda Wijaya. Wacana Buddha Dharma.
Dharma Pembangunan: Jakarta. 2006.
Dhammapada. Diterjemahkan oleh Cunda J. Supandi.
Bandung: Karaniya, 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar